Pohon Dewadaru banyak ditemukan di sebelah utara pulau Jawa, di antara kepulauan Sunda Karimunjawa, di Laut Jawa, dengan koordinat Translate bahasa Jawa Lintang 5° 52′ LS, dan Bujur 110° 26′ BT. populasi sekitar 20.000 orang. Pohon Dewadaru telah disucikan oleh penduduk lokal pulau selama beberapa generasi sebagai hasil dari mitos yang diabadikan oleh para tetua masyarakat. Dalam salah satu dialek lokal, “daru” berarti “berkah dari surga”, sedangkan “dewa” (berasal dari bahasa Sansekerta) adalah istilah Indonesia untuk “dewa”. “Dewadaru” dengan demikian ditafsirkan sebagai “pemberian para dewa”, yang menyiratkan bahwa genus pohon ini adalah hadiah simbolis yang nyata dari para dewa kepada penduduk pulau. Bagi penduduk setempat, Dewadaru melambangkan kearifan para dewa dalam menjaga keharmonisan, stabilitas, dan kedamaian alam. Dewadaru dipercaya sebagai pelindung jiwa-jiwa yang masih hidup di kepulauan Karimunjawa.

Menurut legenda, pernah ada seorang lelaki Translate Jawa yang tinggal di pulau Jawa yang marah kepada putranya karena ketidaktaatan yang terus-menerus. Pria itu, meskipun dia sangat mencintai putranya, berusaha untuk menanamkan dalam dirinya pelajaran yang sulit. Maka suatu hari dia mengusir putranya dari rumah dengan peringatan agar dia tidak menginjakkan kaki di Jawa lagi.

Tidak mau melanggar perintah ayahnya lagi, dia mempersiapkan diri untuk perjalanan itu. Dalam kesedihan, sang putra meninggalkan Gunung Muria tempat mereka tinggal dan pindah ke laut lepas di utara. Dia berlayar dengan perahu selama berhari-hari melalui cuaca badai dan di tengah ombak besar, tidak benar-benar mengetahui tujuannya dan mungkin dengan sedikit keinginan untuk bertahan hidup. Lalu suatu hari, kapalnya mendarat di tepi sebuah pulau kecil tak berpenghuni.

Sementara itu, dari puncak Gunung Muria di Jawa, ayah si bocah diam-diam menjaga anaknya secara waskita. Tapi entah kenapa pandangannya kabur dan tidak jelas, sehingga kehilangan jejak keberadaan anak laki-laki di pulau itu. Dalam bahasa Jawa kuno, kata “samar-samar” diterjemahkan menjadi kerimun. Dengan demikian pulau itu dikenal sebagai “Karimun-Jawa.”

Anak laki-laki itu melanjutkan perjalanannya ke pedalaman dengan membawa dua tongkat kayu sebagai tongkat untuk membantu perjalanannya. Dia mengambil ini dari pantai. Kedua tiang pendek ini melukainya saat kapalnya terbalik ke pantai karena kekuatan ombak. Di tengah hutan ia menancapkan kedua tongkat itu ke tanah dan mulai beristirahat dari perjalanan yang melelahkan. Ajaibnya, dalam sekejap kedua tongkat itu tumbuh menjadi pohon yang megah. Karena kagum dengan kejadian itu, dia menamai mereka “Dewadaru”. Tempat peristirahatannya sekarang adalah desa Nyamplungan.